Log in
A+ A A-
Ndaru Patma

Ndaru Patma

Friska Rosanti:Dulu Saya Bisa, Sekarang Saya Juga Bisa

"Saya menjadi penyandang disabilitas sejak tahun 2015 karena kecelakaan saat saya sedang dalam perjalanan dari Batang ke Demak. Saya ditabrak dari belakang sehingga mengakibatkan salah satu kaki saya harus diamputasi." Friska Rosanti, penyandang disabilitas daksa yang dari awal tahun 2017 bekerja di Bank BRI Jakarta sebagai staf administrasi menceritakan kisahnya bagaimana ia menjadi penyandang disabilitas.

Sebagai lulusan kebidanan dari salah satu Universitas Kebidanan di Kendal, Jawa Tengah, Friska menuturkan jika tidak ada banyak kesulitan yang menghambatnya untuk bisa mengerjakan tugas sebagai staf administrasi di Bank BRI.

Menjadi staf administrasi di Bank BRI adalah pekerjaan pertamanya. Sebelumnya, Friska belum pernah bekerja. Setelah mendapatkan informasi dari teman sesama penyandang disabilitas tentang Kerjabilitas, Friska mendaftar dan melakukan kirim lamaran di beberapa lowongan yang ada di Kerjabilitas. Friska mendapatkan pekerjaan di Bank BRI melalui Kerjabilitas.com pada lowongan dari P.T. GOS Indoraya.

Beberapa hari berselang, Friska dihubungi pihak P.T. GOS Indoraya untuk melakukan test psikologi secara online. 2 minggu kemudian, Friska dipanggil untuk wawancara, dan seminggu kemudian Friska dipanggil untuk tes kesehatan.

Setelah penempatan, Friska tidak merasa kesulitan untuk bersosialisasi dengan para karyawan di Bank BRI. Semua terbuka atas kehadiran Friska. Friska juga tidak merasa dibedakan atau didiskriminasi. "Orangtua sempat mempertanyakan keyakinan saya saat saya akan bekerja di Jakarta. Saya pun meyakinkan kedua orangtua saya jika saya bisa dan yakin", tutur Friska.

Friska juga menuturkan jika ia senang dengan adanya Kerjabilitas yang dapat membantu penyandang disabilitas mendapatkan pekerjaan. Friska yang bukan penyandang disabilitas sejak lahir sempat merasa terpuruk atas kondisi barunya. Karena setelah menjadi penyandang disabilitas, Friska merasa ia yang sebelumnya bisa melakukan segalanya, tiba-tiba menjadi tidak bisa melakukan apa-apa, apalagi mendapatkan pekerjaan. 

"Orangtua adalah semangat saya. Mereka selalu memberi semangat sehingga saya tidak lagi memikirkan omongan orang yang membuat saya terpuruk", tutur Friska. Friska juga ingin memberikan semangat kepada teman-teman penyandang disabilitas. Menurut Friska, semua penyandang disabilitas memiliki keahlian masing-masing, dan semua keahlian itu harus dijalani dengan penuh semangat.

Cerita Sukses Jobseeker Inspiratif Oktober 2017: Kamukah Selanjutnya?

Di bulan Oktober 2017 ini, Kerjabilitas kembali mendapatkan 6 penempatan kerja dari penyandang disabilitas pengguna Kerjabilitas. Keenam mantan pencari kerja yang sekarang sudah menjadi karyawan itu adalah Kiki Muzaki sebagai staf gudang di P.T. Magenta Mumbul Mandiri, Henry Restya Susetya sebagai staf media sosial di Bank CIMB Niaga Yogyakarta, Andryant Rezza Hydayat sebagai staf media sosial di Bank CIMB Niaga Yogyakarta, Helmi Idris sebagai staf media sosial di Bank CIMB Niaga Jakarta, Agung sebagai staf admin di P.T. Infomedia Solusi Humanika Malang, dan Silfia Rosyda sebagai staf asisten penjualan di Kain Gamis Surabaya. Berikut kami akan menampilkan kisah 2 dari 6 pencari kerja pengguna Kerjabilitas yang telah berhasil mendapatkan penempatan kerja ini. Semoga kisah ini dapat menginspirasi pencari kerja lain yang masih berjuang mendapatkan pekerjaan impiannya. Tetap semangat!

Silfia Rosyda

Mendapatkan Pekerjaan Tanpa Melalui Wawancara Kerja yang Rumit

“Mbak, saya diterima bekerja di Kain Gamis Surabaya, terima kasih atas bantuannya”, Silfia Rosyda, seorang penyandang disabilitas daksa, mengabarkan kepada Kerjabilitas melalui pesan di media sosial saat ia sudah mulai bekerja di Kain Gamis. Kain Gamis adalah perusahaan yang bergerak di bidang tekstil atau kain dan berlokasi di Surabaya.

Silfia Rosyda adalah penyandang disabilitas daksa dengan kondisi tubuh yang kecil. Silfia diterima bekerja di Kain Gamis sebagai asisten penjualan. Gadis yang sebelumnya pernah bekerja di bidang penjualan ini tidak merasa kesulitan saat bekerja di Kain Gamis sebagai asisten penjualan. Silfia yang melakukan kirim lowongan melalui Kerjabilitas dihubungi oleh pihak Kain Gamis melalui pesan WhatsApp yang mengatakan bahwa jika ia bersedia bekerja di Kain Gamis, ia diminta datang ke kantor Kain Gamis dengan membawa lamaran yang ditulis dengan tangan.

Mudahnya Silfia mendapatkan pekerjaan, tidak melalui wawancara kerja seperti pada umumnya proses seleksi karyawan baru. Ia hanya melakukan wawancara kerja melalui pesan WhatsApp. Silfia ditanya apa keahliannya, lalu ditawarkan gaji. Keesokan harinya, Silfia datang ke kantor Kain Gamis, dan langsung bekerja.

Saat masih kuliah, Silfia sempat bekerja sebagai staf marketing online yang juga berkaitan dengan penjualan, namun ia hanya bekerja jika ada pesanan. Silfia juga menuturkan jika ia ingin mendapatkan pengalaman yang banyak di luar dengan mencari kerja yang tidak hanya online dan hanya dikerjakan di kamar kost-nya saja.

Silfia yang lulusan Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan di sebuah universitas negeri di Surabaya dan memiliki hobi menulis ini merasa senang mendapat pekerjaan di Kain Gamis, apalagi kantor Kain Gamis tidak jauh dari kost-nya. Silfia merasa beruntung karena dengan kondisi tubuh Silfia yang kecil, ia akan merasa kesulitan jika harus berjalan jauh, apalagi ia juga tidak dapat mengendarai sepeda motor.

Silfia lahir di Tuban Jawa Timur, namun sudah sejak kuliah tinggal di Surabaya. Ia menceritakan bahwa dulu sewaktu kecil, ia sering diejek oleh teman-temannya karena tubuhnya yang kecil. Namun beranjak dewasa semua ejekan itu hilang, hingga Silfia mendapatkan pekerjaannya yang sekarang, ia tidak pernah lagi mendapatkan perlakuan kurang baik dari teman maupun orang-orang di sekitarnya.

“Selagi masih muda, kenapa kita tidak mencari pengalaman yang banyak. Semua orang perlu berusaha, tidak terkecuali kita. Jika ingin berwirausaha, carilah ilmu dengan mencari pengalaman di luar terlebih dahulu. Jangan hanya diam di tempat. Dengan banyak pengalaman, kita akan berkembang dan keterampilan kita akan bertambah”, demikian pesan Silfia bagi teman-teman penyandang disabilitas yang saat ini masih mencari kerja.

 

Henry Restya Susetya

Tuli yang Bekerja Sebagai Staf Media Sosial

Henry Restya Susetya, penyandang disabilitas Tuli kelahiran Purworejo, Jawa Tengah, sarjana Teknik Informatika lulusan salah satu universitas di Yogyakarta ini, kini telah bekerja di Bank CIMB Niaga Yogyakarta.

Selepas kuliah, Henry langsung mencari lowongan pekerjaan melalui beberapa media, seperti internet, koran, dan beberapa pengumuman di tempat umum. Henry tidak sengaja menemukan website Kerjabilitas.com saat Henry sedang mencari lowongan melalui internet. Dari situ Henry mulai membuat akun di Kerjabilitas dan tak lupa untuk melengkapi akunnya dengan mengisi profilnya serta mengunggah curriculum vitae. Setelah semua lengkap, Henry melihat lowongan dari P.T. Asia Outsourcing Services (AOS) yang membuka lowongan untuk posisi staf media sosial dengan penempatan Bank CIMB Niaga Yogyakarta.

P.T. Asia Outsourcing Services (AOS) adalah perusahaan yang melakukan perekrutan dan pengelolaan SDM untuk perusahaan-perusahaan besar di Indonesia. Salah satu klien P.T. Asia Outsourcing Services (AOS) adalah Bank CIMB Niaga yang membutuhkan tenaga penyandang disabilitas (khusus Tuli) untuk posisi staf media sosial.

Setelah melakukan kirim lamaran melalui Kerjabilitas.com, tidak lama kemudian Henry dipanggil oleh P.T. Asia Outsourcing Services (AOS) untuk melakukan wawancara kerja. Henry lolos dari seleksi tahap pertama dengan P.T. Asia Outsourcing Services (AOS), selanjutnya Henry mengikuti seleksi dengan pihak Bank CIMB Niaga langsung.

“Dengan percaya diri, saya siap untuk bekerja. Syukur saya lolos tahap interview dengan Bank CIMB Niaga dan diterima bekerja di sana”, kata Henry saat menceritakan pengalamannya melalui aplikasi WhatsApp. Henry tidak kesulitan saat melakukan wawancara kerja, baik dengan P.T. Asia Outsourcing Services (AOS) maupun Bank CIMB Niaga. Henry masih bisa berkomunikasi dengan bahasa isyarat, bahasa oral (membaca gerak bibir), dan juga dengan tulisan. Henry juga menuturkan jika ia berterima kasih kepada tim Kerjabilitas yang sudah menfasilitasi penyandang disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan. “Saya siap mengambil risiko dengan terjun ke dunia pekerjaan dan mendapat tantangan baru. Saya akan bekerja keras, tidak mudah menyerah, dan sabar, karena mendapatkan pekerjaan yang saat ini tidak mudah”, ujar Henry penuh semangat.

Henry juga menceritakan bagaimana ia meyakinkan pihak Bank CIMB Niaga bahwa dirinya akan bersungguh-sungguh jika ia diberikan kesempatan untuk bekerja di sana. Percaya diri adalah rasa yang harus dimunculkan jika kita ingin menggapai impian kita. Dengan percaya diri, kita dapat menyingkirkan rasa takut kita dan memunculkan semua potensi serta kelebihan kita.

Yogyakarta: Kursus Membatik bagi Penyandang Disabilitas

Yogyakarta: Kursus Membatik bagi Penyandang Disabilitas

Pusat Rehabilitasi YAKKUM memberikan peluang bagi penyandang disabilitas untuk mandiri dengan memberikan kursus keterampilan membatik selama 3 bulan. Bagi peserta yang berprestasi akan dibantu untuk penempatan kerja di industri batik di wilayah Yogyakarta.

Syarat dan kriteria :

  • Mau bekerja setelah kursus
  • Pendidikan tidak diutamakan
  • Usia 17 – 40 tahun
  • Mandiri secara fisik
  • Bersedia tinggal di asrama selama 3 bulan
  • Kursus akan diselenggarakan di Pusat Rehabilitasi YAKKUM, Jl. Kaliurang Km. 13,5, Sukoharjo, Ngaglik, Sleman. 

Disediakan asrama dan makan secara cuma-cuma selama mengikuti kursus. Tidak dikenakan biaya kursus.

Bagi yang berminat, segera mendaftar ke Ibu Retno WA 0821 3719 1138. Pelaksanaan kursus dimulai pada tanggal 8 Januari 2017.

Segera daftarkan diri Anda, kuota peserta terbatas!

Jagongan Bersama Ms. Joyce Bender

Selasa sore, 3 Oktober 2017, ruang tengah sebuah café angkringan yang bergaya khas joglo nan asri dengan pepohonan terasa begitu menyejukkan. Puluhan pegiat disabilitas, baik yang berasal dari Organisasi Penyandang Disabilitas maupun lembaga-lembaga lain yang peduli dengan isu disabilitas, bergegas menuju café yang bernama Waroeng Klangenan yang terletak di Kecamatan Wirobrajan, Kota Yogyakarta, tepatnya sekitar 150 meter sebelah barat perempatan Patangpuluhan. Dengan antusias mereka datang untuk bergabung dalam sebuah acara bertajuk “Jagongan Bersama Ms. Joyce Bender”, yang merupakan diskusi terbuka dengan tema “pemberdayaan ekonomi bagi penyandang disabilitas” yang diadakan oleh Saujana Indonesia bekerjasama dengan U.S. Embassy Indonesia.

Diskusi yang berlangsung sekitar pukul 16.00 hingga 19.00 wib itu dibuka dengan sambutan oleh Mr. Jed Dornburg, Deputy Cultural Attache U.S. Embassy, dilanjutkan dengan sambutan dari Rubby Emir, Direktur Saujana Indonesia yang sekaligus menyampaikan paparan singkat tentang situasi disabilitas di Indonesia kaitannya dengan dunia kerja. Dikatakan oleh Rubby, bahwa disabilitas di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan, di antaranya adalah stigma dan diskriminasi; minimnya data yang bisa diandalkan; rendahnya partisipasi pendidikan, kerja, dan akses kepada layanan kesehatan berkualitas; rendahnya penegakan hukum dan undang-undang; serta aksesibilitas layanan dan fasilitas publik yang buruk.

Ms. Joyce Bender sebagai narasumber utama dalam diskusi terbuka tersebut adalah presiden sekaligus CEO dari Bender Consulting Service, sebuah perusahaan Amerika Serikat yang bergerak di bidang pemberdayaan ekonomi bagi penyandang disabilitas. Ms. Bender ini telah membangun karirnya selama 30 tahun dan secara mendunia dikenal sebagai pemimpin dalam isu pekerjaan untuk disabilitas, sejak ia mendirikan Bender Consulting Service, Inc. pada tahun 1995. Pada tahun 1985, Ms. Bender mengalami sebuah kecelakaan yang mengancam jiwanya dikarenakan epilepsi yang menyebabkan pendarahan otak sehingga harus dilakukan operasi otak. Kecelakaan ini membuat Ms. Bender kehilangan 60 % pendengaran di salah satu telinganya dan juga membuatnya menyadari bahwa ia menderita epilepsi. Namun hal tersebut malah membuatnya memiliki hasrat untuk menolong orang dengan disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan yang baik. Ms. Bender yang juga merupakan Sarjana Psikologi dari Geneva College ini juga adalah seorang pembawa acara  talkshow radio mingguan berjudul “Disability Matters with Joyce Bender” yang bisa diikuti secara online melalui internet di voiceamerica.com.

Image caption: Sambutan dari Mr. Jed Dornburg, Deputy Cultural Attache U.S. Embassy.

Dalam diskusi informal tapi mendalam tersebut, Ms. Bender banyak menceritakan perjalanan hidupnya sebagai penyandang disabilitas. Selain itu ia juga memaparkan bagaimana komunitas disabilitas di Amerika Serikat dapat bergerak memperjuangkan hak-haknya, termasuk hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Pada kesempatan sore itu, Ms. Bender meyakinkan dan memotivasi bahwa penyandang disabilitas juga mampu bekerja dan bisa berprestasi dalam segala bidang pekerjaan. Selanjutnya, Ms. Bender menceritakan tentang apa yang sudah dilakukan oleh lembaga yang dipimpinnya yaitu memberikan layanan kepada perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat yang sedang mencari potensi-potensi pekerja yang ahli di berbagai bidang, dengan cara menghubungkannya dengan para penyandang disabilitas yang memiliki kualifikasi untuk mengisi posisi di pekerjaan-pekerjaan tersebut. Ms. Bender mengatakan bahwa dirinya selalu menekankan bahwa lembaganya membantu orang-orang yang memang benar-benar mencari pekerjaan, bukan karena belas kasihan semata, dan bahwa para penyandang disabilitas ini memang benar-benar memiliki kemampuan. Menurut Joyce, tidak ada perusahaan yang mau mempekerjakan penyandang disabilitas jika mereka tidak tahu kenapa mereka harus mempekerjakan penyandang disabilitas, kemampuan apa yang dimiliki oleh para penyandang disabilitas, dan apa manfaat yang akan mereka dapatkan ketika mempekerjakan penyandang disabilitas. Ms. Bender menceritakan bahwa ia selalu menekankan kepada perusahaan, ketika mereka mempekerjakan penyandang disabilitas, mereka akan bekerja dengan sangat giat dan luar biasa. Mereka juga akan datang lebih awal, karena mereka sangat menghargai kesempatan pekerjaan yang diberikan, sehingga performanya akan jauh lebih baik dibandingkan karyawan pada umumnya.

Ms. Bender juga mengamini apa yang dikatakan Rubby bahwa hal mendasar yang seringkali menjadi hambatan adalah persoalan stigma bagi penyandang disabilitas. Stigma adalah hal buruk pertama yang harus dihilangkan karena akan sulit bagi kita untuk membicarakan akses pendidikan dan lapangan pekerjaan jika kita masih belum bisa menghilangkan stigma di dalam masyarakat. Sayangnya, seringkali stigma terbesar dan terburuk justru muncul dari keluarga sendiri.

Antusiasme peserta diskusi ketika sesi tanya jawab juga sangat tinggi. Sambil menikmati suguhan khas angkringan, seperti jadah goreng, tempe goreng, bihun goreng, dll., peserta berebut untuk mengungkapkan pendapatnya dan mengajukan pertanyaan. Salah satunya Robby, seorang Tuli anggota Deaf Art Community (DAC) yang menanyakan tentang mengapa penyandang disabilitas di Amerika Serikat berani ngotot untuk memperjuangkan hak-haknya dari ketidakadilan yang ia terima, sedangkan kultur di Indonesia untuk memberontak di keluarga sendiri saja susah, karena seringkali keluarga dan lingkungan terdekat sudah menganggap bahwa penyandang disabilitas tidak bisa apa-apa, apalagi di lingkup yang lebih besar lagi. Robby ingin tahu bagaimana pemikiran penyandang disabilitas di Amerika Serikat bisa berubah begitu drastis terkait disabilitasnya. Pertanyaan tersebut dijawab oleh Ms. Bender dengan menjelaskan bahwa penyandang disabilitas di Amerika Serikat pun mengalami proses yang panjang, yaitu sejak tahun 1970 hingga 1999. Dulunya mereka pun memulai melawan stigma sejak dari lingkungan keluarga. Selain itu, ketika penyandang disabilitas hanya bergerak sendiri-sendiri, tidak banyak hal yang akan bisa mereka lakukan. Itulah kenapa penyandang disabilitas harus bersatu padu dan berkomunitas atau berkelompok agar supaya bisa mendorong terjadinya perubahan.

***

 

Subscribe to this RSS feed